BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses belajar, khususnya dalam pembelajaran
bahasa Arab, metodemerupakan satu hal paling penting untuk
mewujudkan kesuksesan. Dan metode yang dipilih pun tidak boleh sembarangan,
agar tidak terjadi kemubadziran yang akhirnya tidak menimbulkan manfaat. Baik
untuk pendidik, maupun untuk peserta didik. Karena kurang efektif
dan membuang-buang waktu.
Penggunaan metode permainan merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan dan juga menarik. Sehingga bisa meningkatkan motifasi
belajar siswa. Namun demikian banyak hal yang harus diperhatikan dalam
menggunakan metode ini. Seorang pendidik harus pandai-pandai memilih dan
memilah, kira-kira jenis metode permainan apa yang paling efektif digunakan.
Kompetensi guru, minat anak didik, dan variasi metode yang
diterapkan oleh guru sangatlah berpengaruh pada tingkat keberhasilan proses
belajar mengajar. Semakin baik kompetensi guru, maka akan menimbulkan minat
yang baik pula pada diri siswa, yang nantinya akan berpengaruh pada tingat
keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Penggunaan metode variatif sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan minat dan bakat anak didik akan ilmu yang terkait dengannya.
Semakin banyak variasi yang dimiliki seorang guru dalam metode
pembelajaran yang diterapkan pada anak didiknya, maka akan berpengaruh besar
pada peningkatan kemampuan siswanya.
Namun demikian ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam
menerapkan variasi metode yang ada, termasuk penerapan metode permainan dalam
pembelajaran. Diantaranya adalah prinsip-prinsip pembelajaran bahasa. Dalam hal
ini seorang guru harus tetap berjalan pada prinsip pembelajaran bahasa yang ada
dalam penerapan metodenya yang bervariasi.
Dari penjelasan di atas, maka perlu kita kaji lebih dalam
lagi tentang metode permainan yang dapat digunakan dalam proses
belajar-mengajar. Khususnya dalam pembelajaran bahasa Arab.
Berlatar
belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini kami beri
judul “Unsur Metode Dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
saja unsur-unsur metode?
2. Bagaimana
pengembangannya?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
agar kita dapat mengetahui :
1. Unsur-unsur metode
2. Pengembangan
metode
BAB II
Unsur Metode Dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab
A.
Unsur-Unsur Metode
Semua pengajaran mengandung sesuatu tentang pilihan
(seleksi), sesuatu tentang tahapan (gradasi), sesuatu tentang penyajian
(presentasi), dan sesuatu tentang pengulangan (repetisi). Semua
yang termasuk dalam pengajaran, apakah itu pengajaran matematika, sejarah,
geografi, bahasa dan lain-lain, merupakan unsur-unsur yang dapat dimasukkan
dalam metode.[1] Dengan demikian dapat diketahui bahwa setiap metode
tertentu akan senantiasa berkaitan dengan ketentuan-ketentuan tentang pilihan
materi atau seleksi, gradasi, presentasi, dan repetisi atau latihan-latihan
dengan pengulangan materi dalam proses pembelajaran. Jadi metode itu merupakan
sebuah sistem dari berbagai komponen yang berkaitan.
Seleksi materi dalam proses belajar mengajar
diperlukan, karena tidak mungkin mengajarkan semua cabang ilmu, harus
dipilih bagian yang akan diajarkan. Gradasi itu penting sebab sesuatu yang
telah diseleksi tak akan dapat diajarkan seluruhnya sekaligus, harus
didahulukan sesuatu yang lebih mudah sebelum berpindah kepada yang agak sukar
dan lebih sukar. Presentasi juga penting sebab tidak mungkin mengajarkan
sesuatu kepada seseorang tanpa berkomunikasi kepada orang tersebut. Repetisi
juga sangat penting sebab tidak mudah mengajarkan suatu keterampilan hanya
dengan menerangkan sekali saja, atau memberikan contoh sekali saja. Jadi semua
metode, apakah itu metode terjemah, gramatika, langsung dan lain-lain untuk
mengajarkan bahasa atau metode ceramah untuk mengajarkan tafsir, hadis dan
lain-lain, sadar atau tidak sadar pasti memerlukan seleksi, gradasi, presentasi
dan repetisi.[2]
Metode itu sendiri khususnya metode pengajaran bahasa ialah
bagaimana cara mengajar dengan materi bahasa. Para pendidik akan memakai
materi-materi itu, tetapi mereka tidak menjadi budak dari materi tersebut.
Pendidik akan mengadakan perubahan di sana-sini untuk menyesuaikan dengan
situasi kelasnya seperti mengadakan latihan-latihan percakapan.[3]
Sebelum seleksi, gradasi, presentasi dan repetisi dilakukan,
perlu diketahui terlebih dulu materi apa yang akan diajarkan, sebab materi bisa
mempengaruhi seleksi, gradasi, presentasi dan repetisi.[4] Dalam hal ini
materi yang dimaksud adalah bahasa Arab. Oleh karena itu perlu diketahui
sifat-sifat bahasa Arab, agar dengan demikian dapat ditentukan metode yang
baik, mulai dari penentuan seleksi, penentuan gradasi, penentuan presentasi
serta penentuan repetisi materi agar diperoleh keterampilan berbahasa.
Pada tahap tertentu akan diperlukan metode khusus untuk
materi khusus, misalnya metode mengajarkan tata bahasanya atau metode
mengajarkan kosa katanya. Pada tataran ini mesti diperhatikan beberapa ilmu
yang diperlukan untuk pendukung ke arah keterampilan berbahasa Arab. Meskipun
pada dasarnya yang dipelajari dalam bahasa Arab itu hanya dua, yakni kosa kata
dan aturan penggunaannya, tetapi pada kenyataannya banyak ilmu yang berkaitan
dengan dua hal tersebut, misalnya ilmu al-aswat yang berkaitan
dengan bunyi kosa kata, atau ilmu sharaf yang berkaitan dengan
perubahan bentuk kosa kata sampai dengan penyusunan kosa kata-kosa kata menjadi
suatu kalimat yang komplek. Dalam pembelajaran bahasa akan terasa bahwa unsur
repetisi sangat dominan untuk menumbuhkan keterampilan berbahasa. Adapun unsur
lainnya merupakan prasyarat yang mengantarkan agar pembelajarannya berlangsung
efektif dan efisien.
1. Metode Pembelajaran Kosa Kata
Materi
pembelajaran bahasa Arab secara garis besar ada dua macam yaitu kosa kata dan
aturan pemakaian atau gramatikanya. Untuk menguasai kedua materi tersebut
berbeda caranya karena berbeda jenisnya. Jenis pertama, yakni kosa kata berupa
ucapan yang harus dihafal tanpa harus dipikirkan atau dirasionalisasikan,
sedangkan jenis kedua, yakni gramatika merupakan materi pemba-hasan yang tidak
cukup hanya dihafal saja tetapi memerlukan pemikiran serta aktivitas analogi.
Ini semua hanya tinjauan dari masyarakat non-Arab, karena bagi bangsa Arab
sendiri materi pembelajaran bahasa Arab tidak perlu dipilah-pilah. Mereka sudah
hafal kosa kata, dan cara memakainya juga sudah secara otomatis gramatically.
Mereka tidak akan salah seperti kita mengucapkan bahasa kita sendiri sebagai
bahasa ibu.
Terhadap
jenis materi bahasa Arab yang pertama, yakni kosa kata, maka cara
mempelajarinya cukup dengan menghafal saja. Menghafal suatu kata tentunya
dengan cara mengerti maksudnya. Masalahnya berada dalam cara menghafal dengan
mudah dan dapat mempergunakannya dengan mudah pula. Disebutkan bahwa metode
yang baik adalah yang menggunakan banyak latihan atau drill, karena bahasa
adalah kemampuan (Malakah) yang tidak bisa dicapai hanya dengan kaedah,
tetapi dengan latihan dan pengulangan.[5] Kalau semua metode itu
mementingkan pengulangan maka semuanya bisa dipakai karena hanya dengan
pengulangan maka kosa kata dapat dihafal dan dikuasai untuk dipergunakan baik
dalam percakapan maupun dalam tulisan.
Namun
demikian perlu diperhatikan bahwa penghafalan kosa kata itu tidak harus
menghabiskan waktu, misalnya dengan pengulangan lebih dulu dalam kalimat tanpa
memahami maksudnya, kemudian setelah itu diterangkan maksudnya, baik dengan
isyarat atau dengan alat peraga atau dengan keterangan berbahasa Arab langsung
tanpa terjemahannya. Praktek demikian menghabiskan waktu dan sama sekali tidak
cocok bagi orang atau mahasiswa yang sudah dewasa yang tidak memerlukan lagi
pengulangan seperti itu. Karena itu metode langsung tidak mesti baik. Bahkan
boleh jadi dengan cara menterjemahkan langsung justru bisa dipahami dan dihafal
dengan cepat.
Terdapat
metode yang mendahulukan bercakap-cakap dan membaca. Metode ini amat disukai
sebab bahasa yang dipelajari itu sudah boleh digunakan untuk bercakap-cakap
dengan sesamanya. Metode demikian sesuai dengan prinsip belajar bahasa, bahwa
belajar bahasa hendaknya tidak disibukkan dengan berbagai aturan tata bahasa
tetapi cukup ditiru, dipahami dan dipakai dalam percakapan. Metode belajar
bahasa secara langsung tanpa terjemahannya disebut sebagai metode langsung
atau The Direct Method atau Natural Method atau Oral
Method atau Modern Methodatau Berlitz Methodjn.[6]
Dalam
memberikan makna atau arti kata tidak harus mempersulit diri, misalnya dengan keterangan
langsung tanpa terjemah. Jadi perlu diperhatikan bahwa menerangkan dengan
bahasa asalnya yang asing (Arab) itu hanya sekedar untuk motivasi agar murid
atau mahasiswa tidak menggunakan bahasa sendiri, sehingga bersungguh-sungguh
dalam mempergunakan bahasa Arab. Ini bisa disiasati cukup dengan menunjukkan
artinya, kemudian tidak mengucapkannya kecuali dengan bahasa Arab.
Dari
telaah terhadap berbagai metode, ada beberapa metode yang patut diperhatikan
dalam menguasai kosa kata dengan efisien dan efektif.Pertama, Mimmem
Method (Mimicry and Memorization Method). Metode ini untuk
menghafal. Meskipun metode ini sering diterapkan dengan penyampaian kalimat
utuh lebih dulu tetapi akan lebih baik bila diterapkan dengan penyampaian unsur
paling kecil dalam kalimat, yakni kata. Dalam mempraktekkan Mimmem
Method ini perlu digabung dengan metode kedua, yakni Language
Control Method sehingga perolehan kosa katanya terkontrol mulai dari
yang paling mudah dan sederhana sampai dengan yang paling sukar.[7] Penggunaan
metode ini akan menjadi benar-benar terkontrol bila diikuti dengan pemanfaatan
metode ketiga, yaitu Phonetic Method, di mana metode ini lebih
membiasakan pendengaran terhadap kata-kata terpendek dan selanjutnya pada
kalimat yang panjang.[8]
Penggunaan
alat-alat peraga itu bisa disiasati dengan langsung saja diterangkan tanpa
harus menghabiskan waktu dan biaya. Sebenarnya sederhana sekali belajar kosa
kata dan cara menghafalnya, yakni dengan digabung dengan kata-kata yang lain
agar cepat bisa menggunakan dan teringat terus. Kalau ini dikatakan
sebagai metode eklektik maka sebutan itu perlu dibatasi dengan
cara mengambil yang efektif dan efisien saja, sehingga tidak mempersulit diri
seperti ketika memakai metode langsung dengan mempersiapkan alat peraga yang
biasanya terlalu mahal yang ternyata hanya untuk memahami satu kosa kata saja.
Adapun metode-metode lainnya itu hanya sekedar untuk mengusir kebosanan.
Dalam
hal teori mengajarkan bahasa Arab, maka dikenal ada dua, yakni teori kesatuan (Nadhoriyat
al-Wihdah) dan teori bagian-bagian (Nadhoriyat al-Furu’). Untuk
yang pertama sesuai dengan teori gestalt yakni memahami secara
keseluruhan lebih dulu selanjutnya memahami bagian-bagian terkecil yang perlu
dipahami.[9]
Dalam
kenyataannya dua teori tersebut akan dipakai pada kebutuhan tertentu, tidak
bisa dipisahkan dalam arti tidak diperlukan salah satunya dalam praktek
pembelajaran bahasa Arab. Hal ini mengingat bahwa pada kasus tertentu
diperlukan penelaahan untuk bagian-bagian terkecil. Oleh karena itu kedua teori
tersebut akan diperlukan pada waktu yang berbeda. Tidak perlu diperdebatkan
keunggulan dan kelemahannya karena setiap teori memiliki kelemahan dan juga
keunggulan.
Adapun
gambaran konkrit untuk bahan ajar materi kosa kata kiranya dapat dipergunakan
buku Durus al-Lughah al-’Arabiyah ‘Ala al-Thoriqoh al-Haditsah (Imam
Zarkasyi dan Imam Syubani: t.t.) yang mana setiap awal bahasannya dimulai
dengan pengenalan kosa kata lebih dulu. Penggunaan buku tersebut tidak
harus dengan metode langsung yang bisa memakan waktu lama tetapi cukup
sederhana dengan efektif dan efisien dalam memberikan penjelasan arti untuk
masing-masing kosa kata. Modifikasimetode ‘eklektik’ sebagaimana
dikemukakan di atas dapat dipergunakan untuk menguasai kosa kata dengan mudah.
2. Metode
Penggunaan Gramatika (Nahwu-Sharaf)
Mengajarkan
nahwu dan sharaf atau ta’rif-ta’rifnya hendaknya setelah pandai bercakap-cakap
dan membaca dalam bahasa Arab.[10].
Menurut
sistim lama, nahwu sharaf adalah pelajaran yang mula-mula dalam pelajaran
bahasa Arab. Menurut sistim yang baru di Mesir bahwa nahwu sharaf itu belum
diajarkan di kelas 1, 2, 3, dan 4 sekolah Ibtidaiyah. Hanya di kelas 5 dan 6
baru diajarkan sedikit demi sedikit, yaitu sekedar dua jam pelajaran dalam
seminggu. Di Sekolah Menengah Pertama baru diajarkan nahwu sharaf dengan
teratur.[11] Jadi pembelajaran ilmu nahwu baru dimulai setelah murid-murid
sudah memiliki kosa kata dan bisa bercakap-cakap dalam bahasa Arab.
Dari uraian
tersebut di atas dapat dipahami bahwa ilmu nahwu dan sharaf itu merupakan
ilmu tata kata. Ilmu tersebut baru bisa dipergunakan dengan semestinya setelah
ada kata-kata yang akan ditata (diatur). Oleh karena itu pembelajaran ilmu
nahwu dianjurkan dimulai lebih dulu dengan pengenalan kosa kata yang akan
ditata atau dengan menunjukkan lebih dulu kosa kata yang sudah tertata dengan
sempurna dalam sebuah kalimat dengan pengertian yang utuh. Pengenalan kosa kata
itu melalui pelajaranmuhadatsah, muthola’ah, dan mahfudhat atau
hafalan kalimat-kalimat yang mudah dan pendek.[12]
Dalam
pembelajaran gramatika dianjurkan untuk dipergunakan metode istimbath,
yaitu mulai dengan beberapa misal kemudian sampai mendapatkan kaedah (ta’rif). Contoh-contoh tersebut
hendaknya dalam kalimat sempurna. Contoh-contoh itu diambil
dari kisah
pendek atau dari sepotong bacaan, bukan dari contoh yang tidak ada
hubungan antara satu dengan yang lainnya. Kaedah-kaedah itupun tidak perlu
dipaksakan untuk dihafal secara tekstual, agar tidak mematikan otak untuk
berfikir.[13]
Dalam
pembelajaran gramatika tidak perlu dijelaskan lebih dulu hal-hal yang syadz (jarang
dipakai, aneh-aneh atau pengecualian), karena akan menyulitkan ingatan atau
menyebabkan kebingungan. Perlu diperbanyak uslub-uslub yang berlaku saja, tidak
perlu diberikan contoh yang keliru sebagai latihan untuk dibetulkan, karena
metode demikian ini menyusahkan dan bertentangan dengan metode-metode
pendidikan yang baik, tetapi hendaknya lebih diperbanyak contoh-contoh yang
betul saja agar tertanam yang benar itu dalam pikiran. Selanjutnya untuk
latihan dan bimbingan maka diberikan latihan penerapan kaedah-kaedah nahwiyah
dengan bimbingan terus-menerus melalui koreksi catatan yang dibuat.[14]
Dari gambaran
di atas, yang tentunya berdasarkan pengalaman yang lalu, maka akan sangat
efektif dan efisien bila pembelajaran nahwu-sharaf mengikuti langkah-langkah
berikut:
1. Penyiapan bacaan ringan yang mengandung kalimat atau
ungkapan untuk contoh yang akan dijadikan pembahasan berkaitan dengan suatu
topik gramatika.
2. Pemahaman terhadap bacaan ringan dengan berbahasa Arab
sederhana.
3. Pembahasan kalimat atau ungkapan contoh dari segi
gramatikanya.
4.Penyimpulan
dan penyusunan kaedah gramatika untuk contoh yang telah dipersiapkan.
5. Pelatihan
sebagai repetisi dengan membuat contoh lain sesuai kaedah yang dihasilkan.
Lima
langkah tersebut disusun demikian ringkas untuk memudahkan ingatan.
Masing-masing langkah berdasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran
bahasa. Pada langkah pertama maka contoh yang dipersiapkan
bukan kalimat lepas, tetapi kalimat yang berkaitan dengan pemahaman lainnya
sehingga mudah untuk diingat, seperti dalam sebuah cerita. Langkah
kedua merupakan kegiatan memahami dan atau menguraikan maksud contoh
dengan bahasa Arab sederhana, bisa juga memakai bahasa harian yang ‘Amiyah (umum) sekedar
untuk membantu kalau belum bisa menggunakan bahasa dengan baik. Langkah
ketigamendiskusikan bentuk kata dari segala seginya sampai dengan i’rabnya.Langkah
keempat berusaha membuat kaedah tata bahasa bersama-sama dan
selanjutnya disempurnakan sesuai dengan kaedah yang sudah ada.Langkah
terakhir adalah upaya agar diperoleh keterampilan berbahasa dengan
cara menerapkan kaedah tersebut pada percakapan tertentu atau dengan
menunjukkan kalimat yang sepadan dalam teks-teks bahasa Arab.
B. Pengembangan Media
Permainan Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Penggunaan media yang menarik akan mempengaruhi minat siswa
dala belajar. Semakin banyak variasi yang dimiliki seorang guru dalam
mengajarkan bahasa pada anak didiknya, semakin besar minat siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Namun demikian, permainan yang disajikan oleh
seorang guru untuk anak didiknya haruslah sesuai dengan koridor dan etika yang
ada. Jangan sampai metode yang awalnya bertujuan baik, harus dihilangkan karena
bertentangan dengan etika yang ada. Untuk itu, guru harus memberikan perhatian
yang lebih akan hal ini.
Banyak hal yang bisa digunakan guru dalam mengembangkan
minat siswa akan pembelajaran bahasa Arab. Sebagai contohnya penggunaan media
yang telah digemari sebelumnya oleh para siswa, yaitu media
elektronik salah satunya adalah komputer. Media pembelajaran
berbasis komputer merupakan salah satu variasi penggunaan media pendidikan
modern yang digemari oleh para siswa. Salah satu program komputer yang dapat
menjadi media pendidikan adalah macromedia flash yaitu
program animasi yang telah banyak digunakan untuk menghasilkan desain dan
berguna untuk animasi interaktif. Media ini memiliki kemampuan
dalam mengintergrasikan komponen warna, musik dan animasi grafik. Media ini
juga mampu memberikan balikan sehingga siswa dapat aktif berinteraksi
dengan media yang diproduksi.
Selain tersebut di atas, masih banyak lagi media
permainan yang dapat dimanfaatkan guru dalam pembelajaran bahasa. Diantaranya
adalah penggunaan media permainan ular tangga dalam upaya memperkaya siswa akan
kosa kata bahasa. Dalam hal ini, pada setiap gambar yang ada dalam kotak papan
permainan dilengkapi dengan maknanya dalam bahasa arab. Selain itu pada dadu
yang di gunakan tertulis angka dengan bahasa arab, bukan dengan angka yang ada
pada umumnya. Maka permainan ini akan sangat membantu siswa dalam memperoleh
dan mengingat kosa kata baru yang belum diketahui sebelumnya.
Penggunaan permainan jigsaw juga sangat membantu siswa dalam
memperoleh kosa kata baru. Dalam permainan ini siswa dituntut untuk mecocokkan
satu kotak jigsaw dengan kotak jigsaw yang lain. Jika satu kotak jigsaw
bertuliskan angka 3 dalam bahasa arab, maka siswa harus mencari penulisan yang
tepat dan sesuai dengan angka tersebut, begitu seterusnya. Agar permainan ini
lebih variatif, maka bukan hanya angka saja yang disajikan dalam kotak jigsaw
tersebur. Dapat pula disajikan dalam bentuk gambar agar terlihat lebih menarik.
Metode permainan ini mirip dengan penggunaan kartu kata dan kartu bergambar
dalam usaha pengembangan kosa kata siswa. Dan masih banyak lagi permainan yang
dapat mendukung keberhasilan siswa dalam belajar bahasa arab.[15]
BAB III
PENUTUP
A. A. Kesimpulan
Dari pembahasan Metode Pembelajaran Bahasa
Arab, dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Unsur-Unsur Metode dalam
pembelajaran bahasa antara lain mengandung sesuatu tentang pilihan
(seleksi), sesuatu tentang tahapan (gradasi), sesuatu tentang penyajian
(presentasi), dan sesuatu tentang pengulangan (repetisi).Macam-maacam
metode dalam pembelajaran bahasa Arab diantaranya :metode pembelajaran kosa
kata, metode penggunaan gramatika (nahwu-sharaf).
2. Pengembangan
Media Permainan Dalam Pembelajaran Bahasa Arabdiantaranya melalui media elektronik yaitu
komputer. Salah satu program komputer yang dapat menjadi media pendidikan
adalah macromedia flashyaitu program animasi yang telah
banyak digunakan untuk menghasilkan desain dan berguna untuk animasi
interaktif, penggunaan media permainan ular tangga dalam
upaya memperkaya siswa akan kosa kata bahasa,penggunaan permainan jigsaw,
dan masih banyak lagi permainan yang dapat mendukung keberhasilan siswa
dalam belajar bahasa Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar