BAB
I
PENDAHULUAN.
Proses
pembelajaaran bahasa arab tidak jauh berbeda dengan proses pembelajaran study
ilmu yang lainnya, yang di mulai
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Letak perbedaan nya hanya pada
kesulitan dalam mengajarkan materi, dan evaluasi yang disebabkan adanya
perbedaan kemampuan anak didik dalam belajar bahasa arab.
Oleh karena itu, guru harus memenuhi dua kategori, yaitu
memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam
bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar
yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan memiliki
loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata
di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
BAB
II
PROSES DAN
TAHAPAN BELAJAR BAHASA ARAB
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan,
terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang
dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi.
Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:
A. Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa
berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan
hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran,
yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek
dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program
pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua
kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki
kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik
tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai
evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas
keguruan yang tidak semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Bahasa arab sebagai bidang studi, sebenarnya
dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran lainnya. Harus dikatakan memang ada
sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan itu ialah adanya
bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi,
perbedaan itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam
membuat persiapan mengajar :
1.
Memahami tujuan pendidikan.
2.
. Menguasai bahan ajar.
3.
Memahami teori-teori pendidikan selain teori
pengajaran.
4.
Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5.
Memahami metode-metode mengajar.
6.
Memahami teori-teori belajar.
7.
Memahami beberapa model pengajaran yang
penting.
8.
Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9.
Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.
Kegiatan yang harus dilakukan perancang
pembelajaran Pendidikan bahasa arab yang mengikuti model Kemp adalah sebagai
berikut :
A Perkirakan kebutuhan bahasa arab (learning
needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan tujuan, kendala, dan
prioritas yang harus dipelajari.
B. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau
tugas-tugas pembelajaran bahasa arab untuk dilaksanakan dan tujuan umum yang
akan dicapai.
C. Teliti dan identifikasi karakteristik
peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama perencanaan pengembangan
pembelajaran bahasa arab.
D. Tentukan isi pembelajaran bahasa arab dan
uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan bahasa arab.
E. Nyatakan tujuan khusus belajar bahasa arab
yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
F. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar
mengajar bahasa arab untuk mencapai tujuan
yang sudah dinyatakan.
G. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan
pengajaran bahasa arab.
H. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan
untuk mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau
membuat bahan ajar bahasa arab.
I. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar
bahasa arab dan hasil program pengajaran.
J. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk
mempelajari pembelajaran bahasa arab
yang dikembangkan.
B. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau
tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari
tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam
tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai
strategi metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah:
a.
Aspek pendekatan dalam pembelajaran.
b.
Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran.
c.
Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran.
d.
Prosedur Pembelajaran.
C. Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu
kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya
hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap
kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang
diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang
akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan
tingkah laku yang diinginkan. Pada tahap
ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang
telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan.
Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan
pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian
tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan
pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat
(seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
“(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat
dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan; (2) Evaluasi
belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3)
Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri
sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala
deferensial sematik (SDS)”
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta
didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai
apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan
materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa
yang sedang diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak
menimbulkan interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan
praktis.
B. Prinsip-Prinsip Belajar dalam Pembelajaran
1. Prinsip perhatian dalam motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas
yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian
diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian bahwa hasil belajar pada
umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar.
Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi
adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi
di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam
bebagai bentuk kegiatan.
Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin
besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin
kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan
mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan
motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama
teman-temannya yang lain (Djamarah, 2006:148).
Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal.
Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi intrinsik adalah dorongan dari
dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi eksternal adalah
dorongan yang berasal dari luar diri individu. Motivasi eksternal melalui proses
belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah menjadi
motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi
intrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif” (Dimyati dan Mudjiono,
1994:41).
2. Prinsip Keaktifan
Keaktifan belajar ditandai oleh adanya
keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika
dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru
adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu
merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang
dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif
bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya
keaktifan itu.
3. Prinsip Keterlibatan Langsung
Sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih
dari 60% sesuatu yang diperoleh dari kegiatan belajar didapatkan dari
keterlibatan langsung. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya yang
dituangkan di dalam kerucut pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang
paling baik adalah belajar melalui penglaman langsung. Keterlibatan langsung
siswa memberi banyak sekali manfaat yang langsung dirasakan pada saat
terjadinya proses pembelajaran tersebut.
4.
Prinsip Pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan
paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi
daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, manghafal,
menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya
tersebut semakin berkembang. Sebaiknya semakin kurang pemberian latihan, maka
daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
5. Prinsip Tantangan
Deporter (2000:23) mengemukakan bahwa
studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya
memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam
pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran,
maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan
belajarnya.
Kurt
Lewin dalam sebuah teori yang dinamakannya “Teori Medan” (Field Theory),
mengemukakan bahwa siswa di dalam suatu situasi belajar berada dalam suatu
medan atau lapangan psikologis.
6. Prinsip Balikan dan Penguatan
Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya
merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui
Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike
yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar
lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil
belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya.
Namun dorongan belajar, menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan
yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak
menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat
belajar.
8. Prinsip Perbedaan Individual
Hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa
keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar,
pengetahuan serta memberikan dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang
memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus
siswa-siswa pelajari (Killen, 1998:5).
Peserta didik adalah individual yang memiliki
keunikan, berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri
persis sama meskipun mereka itu kembar. Setiap individu pasti memiliki
karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan individual ini
merupakan kodrat manusia yang bersifat alami.
Pembelajaran yang bersifat klasikan yang
mengabaikan perbedaan-perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa
cara. Cara-cra yang dapat ditempuh oleh guru antara lain penggunaan metode atau
pendekatan secara bervariasi sehingga semakin besar memberikan peluang
tumbuhnya perhatian siswa di dalam latar belakang perbedaan individual. Upaya
lain yang dapat dilakukan guru adalah dengan menambah waktu belajar bagi
siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah, atau memberikan pengayaan bagi
siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih dari yang lain.
Perbedaan
Kemampuan Anak Dalam Belajar Bahasa Arab.
Setiap anak mempunyai perbedaan baik dari segi kematangan berfikir,
kemampuan berbahasa , maupun tingkat intelijensi. Oleh karena itu kemampuan
anak tidak sama dalam berbicara, mendengarkan, membaca maupun menulis. Bis jadi
seorang anak pandai berbicara namun belum tentu ia dapat meluangkan
pembicaraannya dalam bentuk tulisan. Atau seorang anak pandai menuliskan ide,
gagasan atau pikirannya, tetapi belum tentu ia sanggup menyampaikan dengan
kata- kata.
Meskipun setiap
anak memiliki kemampuan untuk belajar bahasa arab, tetapi kemampuan anak dalam
belajar bahasa itu berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan
kemampuan anak dalam belajar bahsa itu. maka jika dilakukan analisis terhadap
sejumlah faktor penyebab perbedaan kemampuan anak dalam belajar bahasa itu maka
secara umum ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu faktor internal dan
eksternal anak.faktor internal anak adalah dari umur anak, kesehatan anak, dan
intelijensi. Faktor eksternal anak adalah status sosial ekonomi keluarga,
hubungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan bahasa pertama. Untuk memudahkan
pemahaman, semua faktor akan kami uraikan di bawa :
1.
Umur anak.
Semakin bertambah umur anak semakin
matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkatkan
kebutuhannya. kemampuan barbahasa anak akan berkembang sejalan dengan
pertambahan pengalaman dan kebutuhannya, kematangan fisik fisik dengan semakin
sempurnanya pertumbuhan organ becara, kerja otot-otot untuk melakukan
gerakan-gerakan dan isarat berpotensi bagi anak untuk berbicara.[5]
2.
Kondisi fisik.
Kondisi
fisik dimaksutkan disini adalah keadaan, dimana fungsi-fungsi biologis
pendukung seperti telinga, mata, dan organ suara dalam keadaan baik. Baik
tidaknya keadaan biologis anak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan bahasa anak.
3.
Kesehatan.
Anak yang sehat, gizinya cukup, kemampuan perkambangan bahasanya
lebih baik daripada anak yang usianya awal kehidupannya menglami gangguan dalam
hal kesehatan . apabila ada usia 2 tahun pertama, anak menglami sakit terus
menerusmaka anak tersebut cendrung akan mengalami kelambatan kelambatan atau
kesulitan dalam halperkembangan bahasanya. Selama sakit biasanya anak lebih
banyak diam, sulit di ajak bicara. Apalagi sakit yang dideritanya itu cukup
lama dan tidak dapat disembuhkan.
4.
Intelijensi..
Seorang anak dengan anak yang lain
tentu saja mepunyai tingkat intelijensi yang berbeda . anak yang perkembangan
bahasanya cepat, pada umumnya minpunyai intelijensi normal. Namun begitu, tidak
semua anak yang menglami keterlambatan perkembangan bahasanya pada usia yang di
kategorikan sebagai anak yang bodoh. Berdasarkan hasil studinya mengenai
anak-anak yang mengalami kelambatan mental, hurlock menemkan bahwa sepertiga
diantara anak-anak yang dapat berbicara secara normal, dan anak-anka yang
berbeda pada tingkat intelektual paling rendah,itu sangat miskin dan
penguasaaan bahasa dan kosakata yang diinngati juga terbatas.
5.
Status sesial
ekonomi keluarga.
Berbeda
studi antara perkembangan bahasa dengan status sosial beberapa keluarga,
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga, menunjukkan bahwa anak yang
berasal dari keluarga miskin menglami kelambatan dalam perkembangan bahasanya
dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi
ini terjadi mungkin di sebabkan oleh perbedaan kcerdasan atau kesempatan
belajar ( keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa arab
si anak ) atau kedua-duanya.
Menurut sunarto
hartono ( 2002 : 140 ) keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik akan mampu
menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan berbahasa anak . begitu juga
perkembangan kemampuan bahasa berbahasa dilingkungan keluarga yang terdidik.
Dengan kata lain, pendidikan keluarga berpengaruh pula terhadap petensi
berbahasa seseorang.
6.
Hubungan
keluarga.
Hubungan
disini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga, terutama dengan orangyang mengajar, melatih, dan
memberikan contoh berbahasa kepada anak.
7.
Kondisi
lingkungan.
Perkembangan
potensi berbahasa anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan karena kekayaan
kekayaan lingkungan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang
sebagian besar dicapai dengan meniru sesuai dengan apa yang anak degar, lihat,
dan yang anak hayati dalam kehidupan sehari-hari.
8.
Bahasa pertama.
Bahasa menurut
chaer (2003:43) para pakar pembelajaran kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa
pertama (bahasa ibu atau bahasa yang lebih dulu di dengar dan proleh nya)
mempunyai pengaruh terhadap penguasaan bahasa kedua(Elis, 1986:19) jadi
disetiap anak mungkin saja berbeda berkemampuan barbahasanya, terutama belajar
bahasa arab yang di pengaruhi oleh
bahasa pertamanya.
Hubungan kemampuan berbahasa dengan
kemampuan berfikir.
Bahasa mrnurut porwanto (1989:43) adalah alat terpenting dalam
berfikir. Karena memiliki bahasa dan mampu berbahasa, manusia dapat berfikir,
tanpa bahasa manusia tidak dapat berfikir . karena eratnya antara hubungan
berbahas dengan berfikir. Plato pernah mengatakan bahwa berbicara adalah
berfikir keras. (terdengar) dan berfikir itu adalah barbicara. Maka dapat di
pastikan bahwa seseorang yang rendah kemampuan berfikirnya akan mengalami
kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik di dalam bahasa arab secara logis
dan sistematis.
Pengaruh kemampuan berbahasa terhadap kerja piker emang tidak
diragukan lagi sehingga pada akhirnya sampai pada suatu simpul.Jika ingin
memiliki kemampuan berfikir dengan baik maka kuasailah bahasa dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Rohani,Ahmad HM, Pengolalaan
pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
Dimyati, Mudjiono, belajar dan
pembelajaan, Jakarta, Rineka Cipta, 2006.
Djamarah, Syaiful bahri, Psikologi belajar edisi 2, Jakarta,
Rineka Kerja Cipta, 2008.
Sobur,Alex psikologi umum, Bandung, CV Pustaka Setia, 2003