Sabtu, 13 April 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM



MATA KULIAH :
PENGEMBANGAN KURIKULUM
OLEH :
AMIN
A.  Pendahuluan
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan perbedaan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil keputusan mengenai kurikulum. Perbedaan filosofi, visi, dan teori para pengambil keputusan seringkali dapat diselesaikan melalui jenjang otoritas yang dimiliki seseorang walaupun dilakukan dalam suatu proses deliberasi yang paling demokratis sekali pun. Ketika perbedaan filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses pengembangan dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum.
Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum nasional. Posisi sebagai objek ini tidak menguntungkan karena ia seringkali diabaikan oleh para otoritas pengembang kurikulum. Sayangnya, kedudukannya yang menjadi objek berubah menjadi subjek dan penentu dalam implementasi kurikulum tetapi tetap tidak dijadikan landasan ketika guru mengembangkan kurikulum. Padahal keragaman itu berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam berproses dalam belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Artinya, keragaman itu menjadi suatu variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan kurikulum baik sebagai proses (curriculum as observed, curriculum as experienced, curriculum as implemented, curriculum as reality) tetapi juga kurikulum sebagai hasil.
Waring (dalam cienurani, 2008) mengemukan posisi keragaman sebagai variabel bebas memang berada pada tataran sekolah dan masyarakat di mana suatu kurikulum dikembangkan dan diharapkan menjadi pengubah yang tangguh sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diperkirakan (perceived needs of a society). Secara nyata pengaruh tersebut berada pada diri guru yang bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang menjalani kurikulum. Dengan perkataan lain, pengaruh tersebut berada pada tataran yang tak boleh diabaikan sama sekali di mana studi kurikulum memperlihatkan kerentanan, dan kemungkinan besar kurikulum berubah atau bahkan berbeda sama sekali dengan apa yang telah direncanakan dan diputuskan. Oleh karena itu, keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan aspirasi politik harus menjadi faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan:  faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.
B. Pengertian Kurikulum
Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa : “A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (dalam Sudrajat, 2008) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (dalam Sudrajat, 2008) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
·       kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
·       kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
·       kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
·       kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (dalam Sudrajat, 2008) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian, yaitu :
·  kurikulum sebagai ide
·  kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum
·  kurikulum menurut persepsi pengajar
·  kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas
·  kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik
·  kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pegembangan Kurikulum
Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :
·         Perguruan Tinggi
·         Masyarakat
·         Sistem nilai

1. Pergururan Tinggi
Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah.
Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan diperguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.

2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.

3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat.
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
·       Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat
·       Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral
·       Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
·       Menghargai nlai-nilai kelompok lain
·       Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
Berdasarkan analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Landasan pengembangan kurikulum sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum karena bila landasannya berupa maka akan mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Berdasarkan analisis kami, maka faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, diantaranya :
·            · Filosofis
·            · Psikologis
·            · Sosial budaya
·            · Politik
·            · Pembangunan negara dan perkembangan dunia
·            · Ilmu dan teknologi (IPTEK)
1.  Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (dalam Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1.      Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan  keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.      Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.      Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
4.      Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5.      Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara selektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme. Ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum (dari teacher center menjadi student center).
2.  Psikologis
Sukmadinata (2006: 46) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
1.      Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.      Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
3.      Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
4.      Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang.
5.      Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (dalam Sudrajat: 2008) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3.  Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (dalam Sukmadinata, 2006: 60) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.  Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.

5. Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju dan membangun tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang statis. Oleh karena itu kurikulum harus diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan sains dan teknologi.
Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia. Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran sains dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja yang mahir diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.

6. Ilmu dan Teknologi (IPTEK)
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

D.  Hambatan-hambatan yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan-hambatan antara lain:
1.    Kurangnya partisipasi guru
2.    Datang dari masyarakat.
·       Kurang waktu
·       Kekurang sesuaian pendapat (baik antara sesama guru dengan kepala sekolah dan administrator)
·       Karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Masyarakat merupakan sumber input dari sekolah, karena keberhasilan pendidikan, ketetapan kurikulum yang dugunakan  membutuhkan bantuan, serta input fakta dari mayarakat.
1.    Masalah biaya.
E. Penutup
Proses perkembangan kurikulum sebagai sifatnya yang sentiasa berubah turut dipengaruhi oleh faktor-faktor persekitaran yang merangsang reaksi manusia yang terlibat dalam kepentingannya. Hasrat terhadap perubahan kurikulum itu menggambarkan keperluan pendidikan yang menjadi wadah penerus kemajuan bangsa dan negara itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kurikulum adalah elemen yang saling berkait antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan idealisme dan perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi persekolahan yang akan meneruskan kebudayaan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu meliputi:
·       Pergururan Tinggi
·       Masyarakat
·       · Sistem Nilai
·       · Filosofis
·       · Psikologis
·       · Sosial-Budaya
·       Politik
·       Pembangunan Negara Dan Perkembangan Dunia
·       Ilmu dan Teknologi (IPTEK)
Faktor-foaktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, harus menimaliskan faktor yang bersifat negatif. Oleh karena itu bagi pengembang kurikulum diharapkan dapat bekerjasama dengan kelompok lain dan adanya ujicoba agar faktor negatif dapat diminimaliskan.
oooo 0000 oooo
REFERENSI
Chamisijatin, Lisa, dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum SD. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Cienurani. 2008. Revisi Kurkulum. (http://cienurani.blog.com/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengembangan Kurikulum (http://istpi. wordpress.com/2008/10/27/pengembangan-kurikulum/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
———-. 2008. Pengertian Kurikulum. (http://akhmadsudrajat.wordpress .com/2008/07/08/pengertian-kurikulum/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
oooo 0000 oooo


BAB I
KONSEP ILMU DALAM PERSPEKTIF FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM
1.    Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab : ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar, seperti ungkapan : علم اصموا عى درس الفلسفة  “ Asmu’i telah memahami pelajaran filsafat “. Dalam bahasa inggris disebut science ; dari bahasa latin scientia (pengetahuan) – scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa indonesia adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang di susun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu[1]. Menurut istilah, Al’ilm mempunyai arti mengetahui hakikat sesuatu (indrak al-syai’ bi haqi qatih), atau mengetahui hakikat sesuatu dengan yakin (indrak al-syai’ bi haqiqatih’an yaqin).
Kata ‘a-l-m dalam Al-Qur’an, dengan bermacam bentuk kata jadian nya disebutkan sebanyak 847 kali. Khusus mengenai kata ‘al-ilm, disebut 80 kali, 35 kali pada surat Makkiyah dan 45 kali pada surat madaniyyah.  Kata kerja ta’lamun yang artinya kamu mengetahui di tujukan untuk kedua orang jama’, terulang sebanyak 56 kali. Ditambah 3 kali dengan redaksi fasata’lamun yang artinya “maka kalian akan mengetahui” 9 kali dengan redaksi ta’lamun yang artinya “kalian mengetahui” 85 kali dengan redaksi ya’lamun yang artinya “mereka mengetahui” dan sekitar 47 kali terulang kata kerja allama beserta kata jadiannya. Kata sifat ‘alim, secara nakirah dan ma’rifah terulang sebanyak 140 kali dan kata ‘ilm secara nakirah dan ma’rifah terulang sebanyak 80 kali. Juga ada beberapa bentuk lainnya yang sering terulang.[2]
Al-Raghib menjelaskan, dilihat dari segi penemuannya al-‘ilm dapat di kelompokkan menjadi dua pengertian yaitu menemukan hakikat sesuatu dalam bentuk esensinya dan dalam bentuk hukum yang terdapat pada wujud sesuatu.[3]
Al-Attas membagi pencapaian dan pendefinisian ilmu secara dekriptif ke dalam dua bagian. Pertama, sebagai sesuatu yang berasal dari Allah Swt., bisa di katakan bahwa ilmu itu adalah datangnya ( hushul ) makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu; Kedua, sebagai sesuatu yang di terima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu bisa di artikan sebagai datangnya jiwa ( wushul ) pada makna sesuatu atau objek ilmu.
Dengan demikian dapat di katakan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang diperoleh secara langsung / tidak langsung baik fisik atau non fisik melalui inderawi atau non inderawi yang bersumber dari Allah dan menhantarkan manusia kepada syahadah terhadap-nya.[4]
2.      Sumber Ilmu Pengetahuan
Wahyu pertama menjelaskan bahwa, ilmu terdiri dari 2 macam. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia (‘ilm ladunni). Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia (‘ilm kasbi).
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Dari situ timbul pertanyaan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan kita? Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut.
Secara rinci bahwa ada 4 sumber pengetahuan yang berbada menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yaitu pengetahuan indrawi,pengetahuan rasio,pengetahuan intuitif serta pengetahuan wahyu:
1.      Pengetahuan inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat parsial disebabkan oleh adanya perbedaan antara inderawi yang satu dengan yang lainnya,juga berhubungan dengan sifat  khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dangannya.
 Seperti aliran Empirisme. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Bahwa sumber utama manusia memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indra.
Namun aliran ini mempunyai banyak kelemahan,antara lain:
a.       Indera terbatas
b.      Indera menipu
c.       Objek yang menipu
d.      Berasal dari objek dan indera sekaligus.

2.      Pengetahuan akal. Dengan akal,manusia mampu memahami konsep-konsep abstrak,baik yang diabstrk dari benda-benda fisik seperti matematik, maupun yang diabstrak dari yang telah abstrak,yakni konsep-konsep metafisik.
Seperti aliran Rasionalisme. Menurut aliran ini, bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi,seandainya akal digunakan.
3.      Pengetahuan intuisi. Menurut Henry Beargson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi.  Kemampuan ini mirip dengan insting , tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.[5]
Namun demikian pengetahuan intuisi juga memiliki kelemahan, diantaranya:
-          Pemahaman ini belum tentu benar
-          Pengetahuan ini tidak didapat oleh semua orang

Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung itu diperoleh dengan cara latihan, yang dalam islam disebut Riyadhah. Metode ini secara umum dipakai dalam Thariqat atau Tasawuf. Konon, kemampuan orang-orang itu sampai bisa melihat Tuhan, berbincang dengan Tuhan, melihat surga, neraka, dan alam ghaib lainnya. Dari kemampuan ini dapat dipahami bahwa mereka tentu mempunyai pengetahuan tingkat tinggi yang banyak sekali dan meyakinkan pengetahuan itu diperoleh bukan lewat indera dan bukan lewat akal, melainkan lewat hati.


a.    Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa berusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperoleh-nya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia-mausia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena memang hal itu di luar jangkauan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari nabi.
Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isi-nya serta kehidupan di akhirat nanti.[6]
3.      Pandangan Islam Terhadap Ilmu
Pandangan islam terhadap ilmu. Hal ini penting untuk diketahui karena menjadi landasan bagi pengembangan ilmu di sepanjang sejarah kehidupan ummat islam, mulai dari zaman klasik sampai saat ini. Sejak awal kelahirannya, islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa nabi Muhammad Saw. Ketika di utus oleh Allah sebagai Rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, kemudian islam datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
Kalau dilacak akar sejarahnya, pandangan islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan munculnya islam itu sendiri. Ketika Rasulullah Saw. Menerima wahyu pertama, yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca”.jibril memerintahkan Muhammad dengan bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Perintah ini tidak hanya sekali diucapkan Jibril    tetapi berulang-ulang sampai nabi dapat menerima wahyu tersebut. Dari kata Iqra inilah kemudian lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu menghendaki ummat islam untuk senantiasa “membaca” dengan di landasi bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.
Selanjutnya ada ayat lain yang menyatakan, katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya (hanya) orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Selain ayat-ayat tersebut diatas, ad juga hadits Rasulullah yang menekankan wajibnya mencari ilmu, bahkan begitu pentingnya kalau perlu “carilah ilmu walau samapai ke negeri cina” dengan demikian, Al-qur’an dan hadits kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh ummat islam dalam spektrum yang seluas-luasnya. Lebih lagi, kedua pokok islam ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Peran itu adalah: pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum muslimin terdapat dalam Al-qur’an. Dan sejauh pemahaman terhadap Alqur’an, terdapat pula penafsiran yang berifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguan untuk pembangunan paradigma ilmu. Kedua, Alqur’an dan hadits menciptakan iklim bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu; pencari ilmu dari segi apapun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan Tauhid. Karena itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan Alqur’an dan Sunnah merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu islam.
4.      Instrumen meraih ilmu pengetahuan
Intrumen disini berfungsi sebagai media yang diberikan oleh Allah, baik secara fisik maupun psikis sebagai tempat berprosesnya ilmu pengetahuan. Intrumen yang dimaksud adalah panca indera, akal, hati dan wahyu.
a.    Panca indera
Secara fitrahnya, manusia dibekali oleh Allah denagn panca indera, yaitu mata,hidung, telinga, lidah dan kulit. Ilmu yang diperoleh manusia melalui indera disebut ilmu inderawi atau disebut empiris. Ilmu indera dihasilkan dengan cara persentuhan indera-indera manusia dengan rangsangan yang datang dari luar (alam, atau dalam bahasa Iqbal adalah afaq). Jadi, dari persentuhan (penginderaan)inilah kemudian dihasilkan ilmu.
b.      Akal
Di samping panca indera, akal juga merupakan alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh ilmu. Ilmu yang dihasilkan oleh akal ini disebut ilmu ‘aqli, lawannya adalah ilmu naqli. Akal menurut al-Ghazali, diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna dan mulia, sehingga dapat membawa manusia pada derajat yang tinggi. Berkat akal inilah, semua makhluk tunduk kepada manusia,sekali pun fisiknya lebih kuat dari pada manusia.
c.    Hati (qalb)
Menurut al-Ghazali, qalb di samping sebagai penunjukkan esensi manusia, juga sebagai salah satu alat dalam jiwa manusia yang berfungsi untuk memperoleh ilmu. Ilmu yang diperoleh dengan qalb lebih mendekati ilmu tentang hakikat-hakikat melalui perolehan ilham. Islam tidak hanya berkubang pada Rasiaonalisme dan Empirisme, tetapi juga mengakui instuisi.
d.   Wahyu
Al-Qur’an juag menunjukkan bahwa masih ada cara lain di samping pengamatan dan daya nalar, yakni melalui wahyu dan ilham, akan tetapi cara ini tidaklah semua orang dapat memperolenya melainkan hanya orang-orang plihan Allah semata. Wahyu hanya di anugerahkan kepada Rasul dan Nabi, sedangkan menusia biasa hanya dapat memperoleh ilham, terjadinya ilham didahului oleh ide dan barulah kemudian ide tersebut di ungkapkan dalam kata-kata sebelumnya. Nabi mendengar suara yang jelas tanpa ada ide yang mendahului ataupun bersamaan datangna dengan kata yang diucapkan.
5.      Kriteria ilmu yang berguna
Sejak ini, kita telah mencoba untuk membuktikan bahwa perintah Al-Qur’an dan sunnah mengenai menuntut ilmu tidak lah terbatas pada ajaran-ajaran syari’ah tertentu, akan tetapi juga mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia.



Oleh karena itu, di bawah ini kita dapat menyimpulkan:
a.       Seluruh ilmu, baik ilmu-ilmu teologi maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci. Akan tetapi, kesucian ini tidak intrinsik. Sebagaiamana Dr. Behesyti mengatakan : “setiap bidang ilmu, selama tidak menjadi alat di tangan thaghut (selain-Allah atau anti-Allah), merupakan alat pencerahan; jika tidak, ilmu bisa juga menjadi alat kesesatan.”
b.      Dalam persfektif ini, aneka ragam pengetahuan tidaklah asing satu sama lain ; karena pada masing-masing jalannya sendiri, ilmu-ilmu itu menafsirkan berbagai lembaran kitab penciptaan kepada kita.








 BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU ZAMAN ISLAM
1.    Perkembangan Ilmu Pada Masa Islam Klasik
Pentingnya ilmu pengetahuan sangat ditekankan oleh islam sejak awal, mulai masa Nabi sampai dengan Khulafa al-Rasyidun, pertumbuhan dan perkembangan ilmu berjalan denga pesat seiring dengan tantangan zaman. Selanjutnya satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitrah al-Kubra, yangbternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis an sich seperti yang dipahami selama ini, tapi teryata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia islam.pasca terjadinya Fitrah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memilki aliran teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis. Pada saat itu muncul alira Syi’ah yang membela Ali, aliran Khawarij, dan kelompok muawiyah. Namun, diluar konflik yang muncul pada saat itu, sejarah mencatat dua orang tokoh besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan teologis yang cendrung mengkafirkan satu sam lain, tetapi justru mencurahkan perhatiannya pada bidang ilmu agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah Ibn Umar dan Abdullah Ibn Abbas.[7]
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar kedalam islam, dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran islam ibarat pisau bermata dua. Satu sisi ia mendukung Jabariyah, sedangkan disisi lain ia mendukung Qadariyah. Dari adanya pandangan antara keduanya kemudian muncul usaha menengahi dengan meggunakan argumen-argumen Hellenisme, terutama filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan Al-Maturidi yang juga mengunakan unsur Hellenisme. Berdasarkan uraian di atas, dapt di tarik sebuah hipotesis sementara bahwa pada awal islam pengaruh Hellenisme dan juga filsafat yunani terhadap tradisi keilmuan islam sudah sedemikian kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itu pun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.[8]

2.    Perkembangan ilmu pada masa kejayaan islam
Pada masa kejayaan kekuasaan islam, khususnya paa masa pemerintahan dinasti Umayyah dan dnasti Abbasiyyah ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa islam pada masa keemasannya, di mana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh dari luar kekuasaan islam masih berada pada masa kegelapan peradaban (DarkAge).
Dalam sejarah islam, kiat mengenal nama-nama seperti Al-Mansur, Al-Ma’mun, dan Harun Al-Rasid, yang memberikan perhatian teramat besar bagi perkembangan ilmu di dunia islam. Pada masa pemerintahan Al-Mansur, misalnya, proses penerjemahan karya-karya filosof yunani kedalam bahasa arab berjalan dengan pesat. Di kabarkan bahwa Al-Mansur telah memerintahkan penerjemahan naskah-naskah yunani mengenai filsafat dan ilmu, dengan memberikan imbalan yang besar kepada para ahli bahasa (penerjemah). Pada masa Harun Al-Rasyid (786-89) proses penerjemahan itu juga masih teris berlangsung. Harun memerintahkan Yuhanna (yahya) Ibn Musawayh (w. 857), seorang dokter istana, untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Di masa itu juga diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi.
Perkembangan ilmu selanjutnya berada pada masa pemerintahan Al-Ma’mun (813-833). ia adalah seorang pengikut Mu’tazilah dan seoarang rasionalis yang berusaha memaksakan pandangannya kepada rakyat melelui mekanisme Negara. Walaupun begitu, ia telah berjas besar dalam mengembangkan ilmu di dunia islam dengan membangun Bait al-Hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan, sebuah observatorium. Dan sebuah departemen penerjemahan.[9]
Selain tokoh di atas, kita juga mengenal Al-kindi, seorang ilmuan yang lebih sering disebut saintis ketimbang filosof, yang berminat besar dalam bidang matematika dan fisika. Ia bahkan pernah berpendapat bahwa seseorang mungkin dapat menjadi filosof sebelum mempelajari filsafat. Selain adanya perkembangan ilmu yang dapat di kategorikan kedalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometri, dan lain sebagainya, seperti yang telah disinggung secara sepintas si atas, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih, dan disiplin ilmu keislaman lain.
3.    Masa keruntuhan tradisi keilmuan dalm islam
Abad ke-18 dalam sejarah islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi ummat islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban islam secara universal. Begitu dahsyat-nya proses kejatuhan peradaban dan tradisi keilmuan islam yang kemudian menjadikan ummat islam sebagai bangsa yang di jajah oleh bangsa-bangsa barat.runtuhnya bangunan tradisi keilmuan islam secara garis besar dapat di terangkan karena adanya sebab-sebab berikut : diterimanya paham yunani mengenai realitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang. Sebab lain yang menyebabkan kehancuran tradisi keilmuan islam adalah persepsi yang keliru dalam memahami pemikiran Al-Ghazali.[10]
IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
1.      Pemahaman terhadap ilmu secara menyeluruh, menunjukkan bahwa ilmu dalam islam mencakup ilmu naqliyah dan ilmu aqliyah.
2.      Kurikulum lembaga pendidikan harus mengajarkan materi agama dan materi umum yang berbasis ketauhidan.
3.      Ilmu yang diajarkan harus bernilai rabbani.
4.      Seorang guru harus bisa mengamalkan ilmu yang telah didapat.
5.      Lingkungan pendidikan harus bernuansa islami.








[1] Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT Raja Graindo), 2008, h. 12
[2] Zainuddin dan Mohd Nasir, Filsafat Pendidikan Islam. (Langsa : Citapustaka), 2010, h. 46.
[3] Ibid, h. 47.
[4] Ibid h. 48.
[5] Ibid, h. 107
[6] Ibid, h. 110
[7] Ibid, h, 38.
[8] Ibid, h. 40.
[9] Ibid, h. 40-41
[10] Ibid, h. 46.