BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sepanjang sejarah pemikir politik mulai
dari Socrotes hingga para pemikir kontemporer, mereka senantiasa eksis dengan
masalah-masalah relevan untuk dikaji yang mereka suguhkan. Karena itu
mempelajari, menelaah dan merenungkan masalah-masalah yang mereka kemukakan
tetap urgen terutama dalam rangka menanggulangi problem nyata yang kita hadapi.
Di antara topik besar yang mereka
kemukakan adalah masalah kehidupan berpolitk manusia dalam sebuah masyarakat
yang dikemukan oleh Ibnu Khaldun. Dalam makalah ini, penulis berusaha
mengemukakan pendapat Ibnu Khaldun (1332-1406) yang berdasarkan pengalamannya
yag sangat luas di bidang politik praktis dan pengamatannya yang tajam dalam
bidang pemikiran Politik yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Muqoddimah[1]
Dalam bukunya tersebut Ibnu Khaldun
menawarkan suatu penafsiran yang sekaligus sederhana dan mendasar terhadap
masalah kekuasaan dan negara sehingga rele-vansinya sangat kental terhadap
pemikiran politik yang demikian dominan terjadi saat ini.
B. Tujuan
Masalah
a)
Apa
sajakah latar belakang pemikiran politik Ibnu Khaldun ?
b)
Bagaimana
kondisi masyarakat pada masa itu ?
c)
Bagaimana
kehidupan Ibnu Khaldun pada masa itu ?
d)
Apa
sajakah karya – karya Ibnu Khaldun ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. IBN KHALDUN
Nama
lengkap Ibnu Khaldun adalah Abd al-Rah man bin Ibrahim ban Abd al-Rahman bin
muhammad bin mohammad bin Khaldun. Dia di lahirkan di Tunisia, Afrika Utara,
pada tahun 732 H/27 Mei 133 M.[2]
dan meninggal di Cairo tanggal 25 Ramadhan 808 H/19 Maret 1406 M. ia lebih
dikenal sebagia pakar kenegaraan, sejarahwan, dan ahli hukum dari majzhab
Maliki. Asal-usul nenek moyangnya berasal dari Hadramaut yang kemudian
melakukan imigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8, bersamaan dengan gelombang
penaklukan Islam di Semenanjung Andalusia.
Khaldun pertama sekali menerima
pendidikian langsung dari ayahnya. Sejak kecil ia telah mempelajari tajwid,
menghafal Al-qur’an, dan fasih dalam qira’at al-sa’bah, selain itu ia juga mempelajari
tafsir, hadis, fiqh (maliki), garamatika Bahasa Arab, ilmu mantiq, dan filsafat
dengan sejumlah ulama Andalusia dan Tunisia. Pendidikan formalnya diluluinya
hanya sampai pada usia 17 tahun. Ia belajar Al-Qur’an berikut tafsirnya, fiqh,
tasauf,dan filsafat. Dalam usia yang masih relatif muda ini ia telah mampu
menguasai beberapa disiplin ilmu klasik, termasuk u’lum ‘aqliyah (ilmu-ilmu
filsafat, tasauf, dan metafisika. Khaldun juga tertarik untukmempelajari dan
mengetahui ilmu politik, sejarah, ekonomi, geografi,dan lain sebagainya. Ketika
usianya 17 tahun, ia kemudian belajar sendiri (ototidak). Meneruskan apa
yangdiperolehnya pada masa pendidikan formal sebelumnya. Disamping memegang
beberapa jabatan penting kenegaraan, seperti qadhi, diplomat, dan guru pada
berbagai kesempatan.
Selama 40 tahun, Khaldun hidup di Spanyol dan Afrika
Utara. Di sini, ia senantiasa dihadapkan pada situasi pergolakan politik dan
memegang beberapa jabatan penting di bawah para penguasa yang silih berganti.
Sekembalinya ia ke Afrika Utara Khaldun memutuskan untuk menunaikan ibadah
haji. Pada tahub 1832 M, ia kemudian pergi
ke Iskandariyah. Akan tetapi dalm perjalanannya, ia terlebih dahulu
singgah di mesir.
Sewaktu dia mencapai usia delapa
belas tahun terjadilah dua peristiwa penting yang kemudian memaksa Ibnu Khaldun
berhenti menuntut ilmu. Pertama berkecamuknya wabah kolera di banyak bagian
dunia pada tahun 749 H, yang telah meminta banyak korban jiwa di antaranya ayah
dan ibu Ibnu Khaldun sendiri dan sebagian besar dari guru-guru yang pernah atau
tengah mengajarnya. Kedua setelah terjadinya malapetaka tersebut, banyak
ilmuwan dan bundayawan yang selamat dari wabah itu tahun 750 H
berbondong-bondong meninggalkan Tunisia Pindah ke Afrika Barat Laut[3].
Ia berusaha mendapatkan pekerjaan dan mencoba mengikuti jejak kakek-kakeknya di
dunia politik, dalam usia 21 tahun, Ibnu Khaldun diangkat sebagai sekretaris
Sultan Dinasti Hafs, al-Fadl, yang
berkedudukan di Tunisia. Pada tahun 755 H, ia di angkat menjadi anggota Majelis
Ilmu pengetahuan dan setahun kemudian
menjadi sekretaris sultan. Dengan dua kali
diselingi pemenjaraannya. Jabatan
itu didudukinya sampai tahun 763 H (136-1362 M). pada tahun 764 H, ia berangakat
ke Granada. Oleh Sultan Ahmar, ia diberi tugas menjadi duta negara di Castilla
(kerajaan Kristen yang berpusat di Sevilla) dan berhasil dengan gemilang. Tidak
lama setelah itu hubungannya dengan sultan menjadi retak.
Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari dua pertiga
umumnya dikawasan Afrika barat
Laut, yang sekarang ini berdiri negara-negara Tunisia, Aljazar dan maroko,
serta Andalusia yang terletak di ujung
Spanyol.
Ibnu
Khaldun meniti kariernya dalam bidang pemerinahan dan politik dikawasan Afrika
Barat Laut dan Andalusia selam hampir sepere pat abad. Dalam kurun waktu itu
lebih dari sepuluh kali dia berpindah jabatan.
komunikasi
yang dijalaninya dengan ulama dan tokoh-tokoh terkenal banyak membantunya dalam
mencapai jabatan tinggi. Pada tahun 755 H, ia diangkat menjadi anggota Majelis
Ilmu
Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari
dua pertiga Umumnya di kawasan Afrika Barat Laut, yang sekarang ini berdiri
negara-negara Tunisia, Aljazar dan moroko, serta Andalusia yang terletak di
ujung selatan Spanyol. Ibnu Khaldun telah terbawa pula oleh suasana politik
yang sarat dengan perebutan kekuasaan
itu, dan melibatkan diri sebagai pemain dalam pencaturan politik di kawasan
itu. Terkadang dia beruntung dan terpnuhi keinginannya, tetapi tidak jarang
pula dia gagal dan harus membayar mahal. Dia pernah dpenjarakan selama hampir
dua tahun sebagai imbalan atas dosanya berloyalitas ganda.
Ibnu
khaldun meneliti kariernya dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan
Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat abad. Dalam kurun
waktu itu lebih dari sepuluh kali dia berpindah jabatan dan seringkali bergerak
loyalitas dari satu dinasti kedinasti yang lain dan dari seorang penguasa ke
penguasa yang lain dari dinasti yang sama. Jabatan pemerintah yang cukup
berarti baginya adalah keanggotaan majelis ilmuan sultan Abu Inan dari Bani
Marin di ibukota negara itu, Fez. Kemudian dia diangkat menjadi salah satu sekretaris
sultan dengan tugas mencatat semua keputusan Sultan terhadap permohonan –
permohonan dari rakyat dan juga dokumen – dokumen lain yang diajukan kepada
Sultan. Jabatan tersebut olehnya dianggap masih terlalu rendah untuk keluarga
Khaldun. Belum cukup dua tahun dia memangku jabatan tersebut, Ibnu khaldun di
pecat dan bahkan dimasukkan kedalam penjara.
Ibnu
Khaldun mengabdikan dirinya kepada pemerintah Bani Marin di Fez selam delapan
tahun, melayani tiga sultan dan dua perdana mentri yang merebut kekuasaan,
yakni Sultan Abu Inan, Sultan Abu Salim, dan perdana menteri Umar bin Abdullah.
B. KEHIDUPAN DAN KARYANYA
Pada
764 H/1362 M, Ibn Khaldun untuk pertama kalinya bertolak menuju negara
kakeknya, yaitu Spanyol Muslim. Di situ ia menjadi duta besar Sultan Granada,
Muhammad V, untuk Pedro san Zalim, Raja Castile.
Pada
tahun 766 H (1364M) ia pergi ke Bijayah (Daerah Pesisir Laut Tengah di
Aljazair) atas undangan penguasa Bani Hafs, Abu Abdillah Mahammad, yang
kemudian mengankatnya menjadi perdana menteri pada waktu yang sama juga
berperan sebagai khatib dan guru. Tujuh tahun berikutnya (766-774 H/ 1365 –
1372 M) digunakan untuk mengembara antara Bougie, Biskra, dan Tlemcen sebelum
ia kembali ke Fez dalam persinggahan keduanya selama dua tahun. Periode Ibn
Khaldun di Maghribi bagian tengah mungkin merupakan masa paling labil dalam
hubungannya dengan karier politiknya dan pengalamannya berhubungan dengan para
penguasa dan petualang politik.
Setelah
dianggap kegagalan diplomatik di Maghribi Tengah, Ibn Khaldun pertama kali
memutuskan untuk pergi keMaroko dan kemudian ke – Andalusia hanya untuk kembali
lagi ke Maghribi Tengah setelah menghilang selama tiga Tahun.
Ketika
suku Bani ‘Arif memberikan perlindungan dan juga menyambut Ibn Khaldun dengan
baik di kubu pertahanaan mereka,Qal’at Ibn Salamah, selatan Bougie antara
Tlemcen dan Briska, Ibn Khaldun baru berusia 45 tahun. Di Qal’at, ia mulai
memikirkan sejarah dan negara – negara berber secara mendalam. Ia bertolak ke
Tunis yang dahulu ditinggalkannya dahulu ia berusia dua puluhan. Tetapi, bahkan
dikota kelahirannya ia tidak menemukan ketenangan yang kini sangat
dirindukannya, karna itu ia memutuskan untuk menunaikan Haji dan meninggalkan
Tunis menuju Mesir.
Pada
tahun 1832 M, ia kemudian pergi ke Iskandariyah. Akan tetapi perjalanannya, ia
terlebih dahulu singgah ke Mesir. Karena popularitas dan kredebilitasnya
sebagai orang ilmuan, maka atas permintaan raja dan rakyat Mesir, ia ditawari
jabatan guru dan ketua Mahkamah Agung Dinasti Mamluk. Sehingga niatnya untuk
menunaikan ibadah Haji terpaksa ditunda. Keinginan ini baru dapat
terealisasikan pada tahun 1873 M. dari tahun 1832 M hingga wafatnya, Ibn
Khaldun menjabat sebagai guru besar dan Rektor di Madrasah Qamliyah serta Ketua
Hakim Agung di Mesir selama 6 periode.
Buku
pertama, yaitu Lubab Al – Muhashshal, buku yang terakhir, yaitu sebuah komentar
atas puisi rajaz mengenai ushul al – fiqh karya Ibn Al – Khatib.
Dibandingkan
dengan makhluk hidup lainnya, Ibn Khaldun mencirikan manusia dengan sifat –
sifat dasar tertentu yang khas :
1. Usaha
manusia untuk memperoleh sarana – sarana kehidupan,
2. Kebutuhan
akan teoritas yang membatasi, dan
3. Ilmu,
keterampilan dan seni, yakni peradaban.
Ibn
Khaldun lebih suka membicarakan fiqih perbedaan bhatini/zhahiri. Ini berarti ia
memasukkan secar mutlak tasawuf ke dalam kategori fiqih. Ibn Khaldun
menggolongkan tiga macam mujahadat (Perjuangan Spiritual) ke dalam ilmu akhlak
praktis. Dari tasawuf, ia mengeluarkan penyingkapan kaum sufi modern, tetapi ia
hubungkan dengan ilmu sastra (sy:70). Ia menyatakan tasawuf adalah :
Suatu jalan yang berbeda dengan
jalan lazin Syari’ah yang ditemukan oleh orang – orang saleh yang mengikutinya
demi meraih derajat (kepuasan) lebih tinggi. Mereka belajar setelah mengalami,
melalui cita rasa spiritual, realitas – realitasnya dan menemukan melalui
pengalaman intim persepsi – persepsinya bagaimana kelima hukum fiqih diterapkan
pada jalan yang khusus ini.
Konsepsi
Ibn Khaldun tentang akal, ia mengibaratkan akal seperti nerca yang dirancang
untuk menimbang emas, tetapi kadang disalahgunakan untuk menimbang gunung. Yang
berpuncak pada akal pertama yang identik dengan wujud Niscaya (Tuhan) dan
gagasan yang menyatakan bahwa pikiran manusia mampu mencapai pengetahuan tanpa
bantuan wahyu.
Sikap
Ibn Khaldun terhadap filasafat umumnya, kita akan mengatakan bahwa meskipun
filsafat itu ilmiah bagi manusia dan bermanfaat bagi sejarahwan, ia berbahaya
bagi iman. Selain itu, filsafat tidak memadai dalam mencapai tujuannya sendiri
yang dilihatnya sebagai persepsi mengenai realitas semata. Masalah lain yang
dikecam oleh Ibn Khaldun adalah teori politik para filosof Muslim. Ia menolak
Kota Utamanya (al Madinah al Fadhilah) al – Farabi sebagai hipotesis naif yang
tak layak di perbincangkan.
Penetapan
keras terhadap filsafat politik para filosof Muslim ini sebenarnya dapat
diharapkan datang dari pengikut empirisme yang lebih tertarik pada realitas
politik sebagaimana adanya dari pada apa yang seharusnya atau sebagaimana yang
trejadi. Filsafat politik Ibn Khaldun lebih berkaitan dengan apa yang
disebutnya sebagai “tipe kedua politik rasional”( karena tipe pertama telah
lenyap bersama denga Parsia Pra-Islam) yang menomorduakan kepentingan umum
dibawah urusan penguasa dan banyak dipraktikan baik oleh kaum muslim Non
Muslim, kecuali kalau rezim – rezim muslim memadukannya dengan hukum hukum
agama “sejauh mereka mampu”. Ada beberapa kesamaan mendasar antaraAl Ghazali
dan Ibn Khaldun yang layak dikemukakan disini.
Pola
pikir Ibn Khaldun dapat dicirikan sebagai pola teologi ortodoks yang mulai
berada diatas angin pada abad ke-8H/ke-14M, yaitu “Neo-Hanbalisme”. Yang khas
dari penalaran Ibn Khaldun dialam pikiran ultra – ortodoksi ini ialah bahwa ia
mencoba memperluas pemikiran hukum agar meliputi wilayah – wilayah selain ruang
tradisional sempit yang selama ini menjadi “kavling” fiqih Islam.
C.
Pemikiran
Politik Ibnu Khaldun
1.
Kondisi Masyarakat Islam Masa Ibnu Khaldun
Era Ibnu Khaldun hidup dipandang dari segi sejarah Islam
adalah era kemunduran dan perpecahan. Beberapa abad sebelumnya semenjak abad
ke-8 sampai sekitar abad 12 dan 13 arab pernah dijuluki ”mukjizat Arab”[4].
Tokoh Ibnu Khaldun digambarkan sebagai tokoh budaya Arab-Islam yang paling kuat
dimasa kemundurannya.[5]
Dimasa hidup Ibnu
Khaldun, di Afrika Utara bagian Barat tepatnya Maghrib* tempat Beliau lahir dan malang melintang dalam bidang
politik aktif terdapat tiga buah negara yang selalu berperang antar
sesamanya.masing-masing berusaha menghancurkan pihak lain. Ketika itu
perpindahan loyalitas dari negara Islam yang satu kepada negara Islam yang lain
tidak diangggap sebagai hal yang luar biasa. Hal yang demikian menimbulkan
penafsiran pada sebagian pemerhati politik Ibnu Khaldun bahwa ia tidak mengenal
loyalitas dan bersifat sangat oportunis.[6]
Sementara itu Di Eropa
telah tanpak tanda-tanda perubahan dan kebangkitan, suatu suasana yang bisa
langsung dirasakan oleh Ibnu Khaldun sendiri. Abad ke-13 di Eropa didominasi
para pemikir konstruktif positif, masa para ahli teologi dan filosof
spekulatif.
Saling kritik dalam sebuah
masalah menjadi sebuah fenomena baru yang membangun, meskipun demikian mereka
tetap menerima prinsip-prinsip metafisis yang mendasar. Mereka juga
mempercaya bahwa otak manusia memiliki
kemampuan untuk melampaui dunia fenomena ini dan mencapai kebenaran metafisis.
Karena itu abad ke-13 itu juga merupakan abad yang sangat menonjol dibidang
intelektual, karena di waktu itu disadari adanya sintesa antara rasio dan
keyakinan atau antara filsafat dan teologi.[7]
Pada abad ke-14, di
Barat terjadi kecendrungan kuat kalangan penguasa sipil untuk menegaskan
kemandiriannya dari Gereja. Dari abad inilah dimulainya sejarah timbulnya
negara-negara nasional yang kuat yang kemudian menjadi ciri yang sangat penting
dari bentuk negara di Eropa setelah masa abad pertengahan. Proses sentralisasi
kekasaan itu dipercepat juga oleh peristiwa pengasingan para Paus yang berasa
di Avignon antara tahun 1305-1377.
Jadi, apabila abad
ke-13 digambarkan sebagai abad pemikir kreatif dan orisinal, maka abad ke-14
adalah abad timbulnya berbagai mazhab yang saling berbeda pendapat.[8]
Sedangkan dipandang dari segi kehidupan universitas, terutama di Paris
merupakan abad berkembangnya sains.[9]
Ibnu Khaldun sendiri telah menyadari fenomena ini, dalam al-Muqoddimah, Beliau menulis[10]
:
Demikianlah dimasa sekarang ini telah sampai
berita-berita kepada kami bahwa ilmu-ilmu filsafat ini telah mengalami kemajuan
yang pesat di negeri Franka (Ifranjah), di tanah Roma dan daerah-daerah bagian
utara yang berdekatan dengannya. Teori-teoraninya telah diperbahaarui kembali,
tempat-tempat mempelajarinya banyak sekali, buku-buku serba mencakup dan dan
terdapat dalam jumlah yang memadai, sedangkan orang-orang yang mempelajarinya
juga sangat banyak jumlahnya. Hanya Tuhanlah yang lebih tahu tentang apa sebenarnya
yang sedang terjadi. Ia menciptakan dan memilih apa saja yang dikehendaki-Nya.
Sementara Di Afrika
Utara kampung halaman Ibnu Khaldun dibesarkan, terjadi perkembangan politik
yang sangat pesat. Ketika itu Imperim al-Muwahhidun baru saja pecah dan
berdirilah sejumlah negara-negara kecil, Di Tunis terdapat Emirat Bani Hafs
(1228-1574). Di Tlemsen dan Di Barbaria Tengah* berdiri Emirat Bani Wad. Di Maroko terdapat kerajaan
Bani Marin (1269-1420). Di Mesir Mamluk
tengah berkuasa (1250-1517), pada masa itu juga terdapat Imperium Timurlane
yang usianya dan masa hidupnya hampir sama dengan Ibnu Khaldun. Mereka sempat
bertemu pada tahun 1401 di luar dinding kota Damaskus. Suatu pertemuan yang
sangat bersejarah.[11]
Di Iran masa Ibnu Khaldun adalah sama dengan seorang
penyair dari Syiraz (1320-1389), demikian juga seorang ahli sejarah yang
bernama Nizamuddin Syami, yang pernah menulis tentang sejarah pemerintahan
Timurlane pada tahun 1401. selain mereka, Ibnu Khaldun menulis beberapa nama
penulis Arab diantaranya : Ibnu Battuta yang tak pernah bertemu
(1304-1369), demikian juga seorang ahli
Ilmu Bumi, Umary (1349)- Mesir dari Suriah, dan al-Maqrizi mendapatkan
kesempatan duduk dalam kelas yang diajar oleh Ibnu Khaldun di al Azahar.[12]
Sebagai perbandingan dengan dunia yang dihadapi Ibnu
Khaldun di Afrika Utara dan di Andalusia, di belahan dunia yang lain bisa kita
temukan Premiers Valois (1328-1498) di Prancis, dan seorang ahli kebudayaan
Jean Froissart.[13]
2.
Sumber Munculnya Pemikiran Excellent Ibnu Khaldun
Munculnya
pemikiran-pemikiran exellent Ibnu
Khaldun baik dibidang sosiologi, ekonomi maupun politik menimbulkan spekulasi
bahwa hal itu merupakan dorongan-dorongan ajaran Islam yang dianutnya, atau
karena ia berani melanggar batas-batas yang telah ditentukan ajaran Islam? Ada
yang mengatakan bahwa pemikiran genius Ibnu khaldun tersebut dimotivasi oleh
pemahamannya yang dalam terhadap agama Islam yang sempurna.[14]
Ada pula yang berpendapat bahwa sebabnya adalah karena Ibnu Khaldun telah
berani melanggar pendapat-pendapat yang baku dalam Islam.[15]
Dengan mengamati dan mencerna pola fikir Ibnu Khaldun dalam bukunya al Muqoddimah kita bisa tarik sebuah kesimpulan bahwa ia
tidak sejalan dengan cara penafsiran Ulama Islam pada ummnya yang selalu
meletakan masalah kemasyarakatan kedalam hukum agama sebagaimana yang telah
dirumuskan oleh para ulama itu sendiri. Justru Ibnu Khaldun lebih melihat bahwa
fenomena itu adalah sebuah sunnatullah.
Dari hal ini Beliau tidak bisa dikatakan melanggar ketentuan agama, karena-dalam
pemikiran Ibnu Khaldun- justru para ulama itu sendiri yang telah mempersempit
ruang bahasan kemasyarakatan yang demikian luas.[16]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibnu Khaldun adalah seorang Islam yang
lahir dan tumbuh berkembang di keluarga dan lingkungan Islam, dididik dalam
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang baku dalam kalangan umat Islam dan ia juga
tidak pernah keluar dari dunia Islam. Satu-satunya kesempatan keluar dari
kawasan yang diperintah oleh orang Islam adalah sewaktu ia diutus sebagai
delegasi Raja Muhammad untuk menemui Pedro yang kejam yang saat itu menjadi
penguasa daerah sevilla.
B. Saran
Saya menyadari bahwa makalah yang saya
susun masih banyak kekurangan oleh karena itu saya sangat mengaharapkan
kritikan dari bapak dosen dan rekan-rekan pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
[1] A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan dan
Negara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992. hal : x
[2] Al
– Rasyidin, Samsul Nizar.2005.Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Press
[3]
Jadzali Munawir.1998. Islam Dan Tata
Negara. Jakarta : UI - Press
[4] Ibid, Mengutip dari Yves Lacoste, “la
Grande Oeuvre d’Ibn Khaldoun,” La Pensee (Paris) LXIX (1956), 11
[5]
M. Talbi, Encyclopedia Of Islam, dalam bab Ibnu Khaldun
*
Maroko
[6]
Muhammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun : His Life and Work, Lahore : M. Asraf, 1973
hal. 1941
[7]
Frederik Copleston, A History Of Fhilosophy, Volume III: Ockham To
Suarez The Bellarmine Series XIV, London
: Search Press Limited, 1953. Hal. 1
[8]
Copleston, 10.
[9]
Copleston, 15
[10]
Abdurrahman Ibn Kholdun, Tarikh Ibnu Khaldun (Diwan al-Mubtada’I wa
al-Khobar fi Tarikh al-Arab wa al-Barbar wa Man A’shorohum min Zawi as-Syakni
al-Akbar), Libanon : Dar al-Fikr, 1996, hal. 117-118
* Al-Jazair Sekarang
[11]
Ibnu Khaldn, Discours sur I’historie Universelle (al-Muqoddimah) Tradction
novella, preface et notes par Vincent monteil; Beirut : Bommisiopn internationale pour la
traduction des chefs d’oevres, 1967, Jil. I, Hal. Vii.
[12]
Monteil, Jil. I, Hal. vii
[13]
Monteil, Jil I hal. viii
[15]
Gibb, Studies. 168
[16] Penulis memperkuat pendapat Ibnu Khaldun.
Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al Baqoroh ayat 184, …. Allah
menghendaki kemudahan bagi kalian dan bukan kesusahan.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar